Berita - i

 

UNJUK RASA TERUS BERKOBAR DI MANA-MANA

 

Turunnya Soeharto dan naiknya Habibie sebagai ÒpresidenÓ yang disertai janji-janji manis ternyata tidak membuat rakyat tertipu. Mahasiswa, buruh, kaum miskin kota, petani, pegawai negeri, karyawan, dan lain-lain terus melakukan unjuk rasa. Habibie tidak becus mengatasi keadaan, sehingga keresahan rakyat semakin meningka. Kurs dollar terus membumbung tinggi, harga-harga terus melonjak dan ancaman kelaparan didepan mata. Peristiwa pemberontakan rakyat seperti yang telah terjadi antara tangga 13-15 Mei lalu tidak mustahil berulang lagi.

Pada hari Senin (15/6/97), ratusan aktivis Forum Bersama untuk Keadilan (Forbes) dan Himpunan Masyarakat untuk Kemanusiaan dan Keadilan (Humanika) melakukan unjuk rasa di Gedung Kejaksaan agung RI. Mereka meminta agar dibentuk tim independen untuk mengusut kekayaan diktator Soeharto, keluarga dan kroninya. Forbes juga meminta agar Kejagung mencekal Soeharto dan keluarganya agar tidak melarikan diri ke luar negeri. Menurut Forbes, Tim independen tersebut harus transparan dan diawasi oleh masyarakat.

Pada hari yang sama, rakyat di tiga kota di Jawa melakukan aksi perlawanan. Kota-kota tersebut antara lain: Cianjur , Tuban dan Tegal.Rakyat merusak dan membakar bank, toko, dan kantor polisi. Di Tegal mobil milik kepala intel polres Slawi dan milik Bank Setya Guna dibakar massa. Aksi ini merupakan kelanjutan aksi sebelumnya .Rakyat menuntut agar Wali Kota Tegal, M Zakir, mengundurkan diri. Ribuan massa rakyat mendatangi kampus Universitas Pancasila untuk bergabung dengan aksi mahasiswa. Tetapi mahasiswa yang elitis itu menolak bergabung dengan massa rakyat. Sehingga massa rakyat kecewa dan melempari kampus dengan batu. Dalam peristiwa itu, seorang bernama Rizam ditangkap karena membawa bom molotov. Sedangkan 11 orang lainnya dari Tegal dan 15 dari Slawi juga ditahan oleh militer.

Unjuk rasa di Cianjur dipimpin oleh Komite Mahasiswa dan Pemuda Cianjur (Kompac), dilakukan di gedung DPRD Cianjur. Mereka menuntut Bupati Cianjur, Harkat Handiamihardja, mengundurkan diri. Lima belas ribu rakyat bergabung dalam aksi ini.Setidaknya 5 buah toko dan 2 mobil dibakar rakyat di kota ini.

Aksi di Tuban diorganisir oleh Rakyat Rengel Menggugat (Reremen). Aksi tersebut menjadi semakin militan dan akhirnya merusak kantor kecamatan Rengel. Aksi tersebut bertujuan menuntut pertanggungjawaban Camat Rengel, Moch Nur Rahman, yang selama ini merugikan rakyat kecil.

Masih pada hari yang sama, ratusan guru SD, SLTP dan SMU di Blora melakukan unjuk rasa ke Kantor Departemen Pendidikan dan kebudayaan. Mereka menuntut Kepala Kandepdikbud Kabupaten Blora, Agus Suwarjo, dan Kasubag Kepegawaian dan Keuangan, Haji M. Gufron, mundur dari jabatan masing-masing. Kedua-duanya telah melakukan berbagai tindakan yang menyengsarakan para guru.

Masih tanggal 15 Juni, lebih dari 1.000 rakyat Desa karangharja, Kec. Cikarang, Bekasi, melakukan unjuk rasa di Gedung DPRD Bekasi dan Kantor Camat Cikarang. Mereka menggugat pemilihan Kepala Desa yang tidak demokratis, karena para bakal calon kepala desa dimintai uang di luar ketentuan. Sehingga calon kepala desa yang mendapat dukungan rakyat tidak dapat dicalonkan karena tidak mampu membayar.

Dalam waktu bersamaan, warga Desa Sukatenang, Kec. Tembelang dan Pebayuran melakukan unjuk rasa di tempat yang sama. Mereka menuntut penghapusan korupsi, kolusi dan nepotisme.

Sementara itu, masih di tempat yang sama, ratusan pedagangan pasar Cibitung, Bekasi, juga melakukan unjuk rasa. Mereka mementang berbagai macam pungutan liar.

Masih pada hari yang sama, di Jakarta, ratusan karyawan, perawat dan dokter Rumah Sakit Sumber Waras menggelar aksi unjuk rasa. Mereka menuntut mundur ketua Yayasan Sumber waras, Padmo Sumasto, SH yang telah menduduki jabatan itu selama 32 tahun. Mereka juga menentang pemecatan terhadap direktur RS. Sumber Waras, dr. Aren Karel Ponggawa SpBP.

Sementara itu, di Tangerang, 2.000 karyawan PT. Angkasa Pura II --pengelola Bandara internsional Soekarno-Hatta-- melakukan unjuk rasa di bandara tersebut. Aksi tersebut merupaka aksi hari kedua, yang telah berlangsung sehari sebelumnya. Sebelumnya pula, tanggal 10 Juni, sekitar 500 karyawan BUMN tersebut juga telah melakukan aksi unjuk rasa. Aksi tersebut menuntut pembersihan BUMN dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme.

Masih pada hari yang sama, di Jakarta, ratusan tuna netra melakukan aksi unjuk rasa. Mereka memprotes keras Gubernur DKI, Jendral Sutiyoso. Sebab, sebanyak Rp. 500 juta uang yayasan yang menjadi hak mereka digunakan oleh pemda DKI untuk membangun sarana taman, seni, industri dan kerajinan. Gubernur Sutiyoso tidak mau menemui mereka. ÒJanganlah kami yang cacat ini diperlakukan seenaknya!Ó, begitu teriak salah seorang pengunjuk rasa.

Sehari berikutnya (16/6/98)1.000 orang melakukan demonstrasi di kantor DPRD Situ Bondo, Jawa Timur. Mereka membeberkan 50 praktek KKN dengan menyebut nama-nama pejabat yang melakukannya, antara lain Bupati Sudarjanto.Yang menarik demonstrsi ini merupakan gabungan dari organisasi pemuda, tokoh berbagai agama dan warga keturunan Tionghoa. Sehabis unjuk rasa di DPRD, mereka relly jalan kaki ke berbagai instansi pemerintah.

Pada hari yang sama, di Medan, 20 wartawan yang tergabung dalam Komite Pengembalian Citra Pers Nasional melakukan unjuk rasa. Mereka menuntut ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), M. Zaki Abdullah dan wakilnya, Muchyan AA, untuk mengundurkan diri.

Tanggal 18 Juni, para buruh pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya melakukan aksi mogok. Mereka menuntut kenaikan upah bongkar muat. Akibat aksi mogok itu, aktivitas pelabuhan tersebut lumpuh, antrian kapal yang datang tidak dibongkar muatannya.

Sementara itu di Bandung, para penyandang tuna netra melakukan aksi unjuk rasa di kantor DPRD Jawa Barat. Mereka memprotes pemberlakukan UU No. 4 tahun 1997. Menurut juru bicara penyandang tunanetra itu, SK Mensos tentang Panti Rehabilitasi sangat merugikan dan mendeskreditkan mereka, karena pendidikan formal tidak termasuk. Sehingga mereka hanya diajari sebagai tukang pijat saja, padahal mereka ingin mendapat hak sebagaimana manusia normal.

Tanggal 20 Juni, 1.000 orang rakyat Dili melakukan aksi unjuk rasa di depan LP Dili. Mereka mengelu-elukan para narapidana dan meneriakkan yel-yel kemerdekaan negaranya.Mereka menyambut 50 narapidana yang menerobos keluar LP. 1.000 massa yang berunjuk rasa membawa spanduk menuntut pembebasan Xanana Gusmao.Sementara itu para napi ikut menerobos keluar dan berbaur dengan massa. 10 truk Brimob yang datang ke LP diblokade oleh massa.

Tanggal 21 Juni 1998, 5.000 pedagang di Tasik Malaya, Jawa Barat, melakukan aksi unjuk rasa di gedung DPRD. Akibat aksi itu, kegiatan kota itu menjadi lumpuh. Para pedagang itu melakukan relly sepanjang 3 km sambil membawa poster. Mereka menentang rencana pembongkaran pasar untuk dijadikan taman kota. Para pedagang juga menuntut Bupati dan para penjabat yang terlibat korupsi dan kolusi dibawa ke pengadilan.

Masih tanggal 21 Juni, 300 warga Kelurahan Tegal Sari, Tegal, memprotes jalur bus antar propinsi yang melewati wilayah mereka. Para pengunjuk rasa melakukan aksi pendudukan balai desa.

Tanggal 22 Juni, para guru SD di Bandung demonstrasi ke DPRD Jabar. Karena Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) tidak menampung aspirasi mereka, para guru tersebut membuat wadah sendiri, Forum Komunikasi Guru (FKG). Mereka memprotes 15 jenis pungutan dan 11 jenis pemotongan gaji.

Pada hari yang sama, di Surabaya, ribuan buruh melakukan aksi unjuk rasa di kantor DPRD Jatim. Mereka menuntut kenaikan upah. Akibat aksi tersebut, dua pabrik lumpuh. Sebanyak 100 buruh yang bergabung dalam Serikat Buruh Reformasi (SBR) turut hadir.

Pada hari yang sama di Kerawang, Jabar, 2.500 buruh PT Texmaco Perkasa Engineering, melakukan aksi mogok. Suasana menjadi panas, sehingga pabrik libur selama satu minggu.

Masih pada hari yang sama, 750 warga Tangerang yang tergabung dalam Forum Penyelamat Tangerang (FTP) kembali melakukan unjuk rasa di DPRD. Mereka menuntut walikota Djakaria Machmud mengundurkan diri. Massa menduduki DPRD sampai malam.

Sementara itu, di Bekasi, Jabar, sebanyak 47 buruh PT. Sungintax melakukan unjuk rasa ke kantor Depnaker. Mereka mengadukan nasibnya yang terkatung-katung setelah perusahaan nya dijual.

Bersamaan itu pula, di Jakarta, 100 warga Papua Barat yang tergabung dalam Forum Komunikasi Generasi Muda Irian Jaya (FKMIJ) menuntut pembebasan tapol Organisasi Papua Merdeka.

Aksi itu dilakukan di kantor Menteri Kehakiman.

Tanggal 24 Juni, masyarakat yang tergabung dalam Kepal(Kelompok Anti Pencemaran Lingkungan) melakukan aksi blokade terhadap truk-truk milik PT. Inti Indorayon yang mengangkut log dari Tapanuli Utara.

Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Forum Komunikasi senat Mahasiswa Jakarta (FKSMJ) pada hari yang sama melakukan aksi demosntrasi ke DPP Golkar. Mereka mendesak DPP Golkar menarik anggotanya di DPR/MPR yang terlibat KKN.

Hari berikutnya (25/6/98), 150 warga Babakanasem, Tangerang, melakukan demonstrasi ke Kantor Bupati Tangerang. Mereka memberi ÒkadoÓ bupati dengan sebuah karanda mayat. Karanda tersebut ÒdihadiahkanÓ kepada Bupati Agus Djunara, karena tanah kuburan di desa mereka seluas 6.000 meter pesegi dijual oleh kepala desa mereka kepala seorang pengusaha.

Tanggal 26 Juni, 200 anggota Ikatan Mahasiswa Irian Jaya (IMAJI) Bandung melakukan aksi unjuk rasa ke KOMNAS HAM, Jakarta. Mereka menuntut agar ABRI dan pemerintah menghilangkan cap OPM bagi rakyat Papua Barat. Mereka tadinya hendak melakukan aksi ke kantor Menhankam untuk menemui Jend. Wiranto, namun oleh militer dibelokkan ke arah lain. Sebelumnya 50 anggota Forum Generasi Muda dan Hak Asasi Manusia Indonesia (FORGEMHAMI) melakukan unjuk rasa di tempat yang sama. Tuntutan mereka antara lain pencabutan status operasi militer di Timor Leste, Papua Barat dan Aceh.

Pada hari yang sama Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) melakukan aksi unjuk rasa menuntut pengunduran diri ketua umum IPHI, Abdul Aziz Muhammad Balhmar dan Sekjennya, Masiga Bugis. Mereka dituntut mundur karena telah melakukan pertemuan dengan Diktator Soeharto dan berencana akan menjadi penasehat hukum Soeharto. Para anggota IPHI menolak jika ada anggota IPHI yang bersedia menjadi pengacara Soeharto.

Sementara itu, di Purworejo, Jateng, massa rakyat mengamuk. Mereka merusak kompleks lokalisasi dan disekotek. Mereka juga merusak toko-toko.

Sedangkan di Lampung, rakyat sudah selama dua hari melakukan unjuk rasa. Mereka menuntut agar Gubernur Lampung, Oemarsono, turun dari jabatannya.

Masih tanggal 26, ratusan karyawan Rumah Sakit Hasan Sadikin melakukan unjuk rasa. Mereka menuntut direksi meninjau ulang tunjangan insentif.

Tanggal 27, rakyat Timor Leste melakukan aksi unjuk rasa menuntut refrendum. Unjuk rasa besar-besara meletus di Dilli dan kota lain. 2 orang ditembak militer, satu meninggal.

Pada saat itu juga, Di Purbalingo, Jateng, rakyat desa Panunggalan melakukan unjuk rasa menuntut mundur kepala desa mereka. Ribuan warga desa itu menduduki Balai Desa. Sang kades yang dituntut mundur rakyatnya pingsan di depan massa. Setelah itu, massa relly menuju kantor DPRD.

Dua hari berikutnya (29/7/98) kota Semarang diwarnai berbagai unjuk rasa. Para tukang becak mendatangi kantor DPRD Jateng.Mereka menuntut penurunan harga kebutuhan pokok. Bersamaan dengan itu, ratusan kuli bongkar muat kawasan industri Terboyo demonstrasi ke kantor camat Genuk. Mereka menuntut pertanggungjawaban ketua SPTI-TIP (Serikat Pekerja Transportasi Industri- Terboyo Industrial Park), Drs. Rohadi. Unjuk rasa juga terjadi di kantor Telkom Divre IV. Para karyawan PT. Telkom itu kecewa terhadap kebijakan Telkom.

Pada Hari yang sama, ratusan warga Blora mengamuk, mereka membakar 50 rumah dinas Kehutanan. Kemarahan rakyat dipicu oleh penembakan yang dilakukan militer, sehingga satu orang tewas dan 2 lainnya luka berat.

Masih tanggal 29, 200 orang dari Koalisi Buruh Jabotabek melakukan aksi unjuk rasa di kantor Depnaker, Jakarta. Mereka adalah para buruh seluruh Jabotabek yang menjadi korban PHK. Mereka mengancam tidak akan meninggalkan kantor Depnaker sebelum tuntutan mereka dipenuhi.

Pada saat bersamaan, lebih dari 200 sopir angkutan kota di Bekasi melakukan aksi mogok. Mereka mendatangi kantor pemda Bekasi. Mereka mengeluhkan turunnya pendapatan mereka serta mengecam pungutan liar yang dilakukan aparat DLLAJR.

Masih di Jakarta, hari itu juga, sebanyak 120 pelaut melakukan unjuk rasa di kantor Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI). Mereka menuntut pimpinan KPI mundur, karena tidak memperhatikan nasib para pelaut.

Saat itu pula, ratusan warga dari Desa Wanaherang dan Sentul melakukan demonstrasi. Aksi mereka lakukan di kantor DPRD Bogor.Mereka menuntut kades masing-masing mengundurkan diri.

Bersamaan dengan itu, 100 anggota Laskar Amanat Reformasi (LARAS), Bandung, melakukan demonstrasi ke Mabes Polri, Jakarta. Mereka menuntut bertemu Kapolri agar penanganan kasus peneyerbuan kantor DPP-PDI 27 Juli 1996 dituntaskan.

Di Ciledug, Tangerang, ribuan pedagang mengambil alih tanah milik PT. Bogasari, perusahaan keluarga Soeharto. Mereka membagai-bagi tanah tersebut dengan menggunakan tali plastik.Militer tidak dapat berbuat apa-apa melihat aksi tersebut.

Tanggal 30, 100 warga Desa Parbuluan I dan II, Kab. Dairi, Sumut demonstrasi ke DPRD Sumut. Mereka menuntut Bupati mencabut pelepasan dan penyerahan tanah adat mereka. Tanah adat mereka dijual lepada PT Agro Citra Wahana Gemilang secara tidak syah.

Bersamaan dengan itu, 300 warga Kelurahan Lidah Kulon, Surabaya, unjuk rasa ke Kejaksaan Tinggi Jatim. Mereka menuntut pengusutan penjualan tanah asset desa yang dijadikan padang golf, dan minta tanah tersebut diserahkan kepada rakyat.

Sedangkan di Medan, ratusan rakyat dan mahasiswa beserta Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) melakukan aksi ke kantor Gubernur. Mereka meminta PT. Inti Indorayon ditutup. Sebab pabrik itu merugikan rakyat karena menimbulkan kekeringan, penyakit dan merusak lingkungan yang semua itu mengakibatkan rakyat kehilangan mata pencaharian.

Hari itu juga, di Cibitung, bekasi 23 buruh ditembak militer. Sebanyak 2.100 buruh PT Gunung Garuda, saat itu melakukan aksi mogok. Aksi itu berkembang menjadi rusuh. Karena menembak 23 buruh, 2 orang militer luka-luka dikeroyok massa dan dilempari batu. Tidak ada buruh yang gugur dalam peristiwa itu, mereka semua dirawat di rumah sakit. Pemogokan tersebut sudah berlangsung selama 3 hari.

Pada waktu yang sama, para buruh di Serang, Jabar, melakukan aksi ke kantor Bupati. Mereka adalah para pekerja hiburan malam; seperti pramuria, penyanyi dan musisi. Mereka menuntut Bupati Solichin Dachlan segera mencabut instruksi no.6/1998 yang membekukan aktivitas tempat hiburan.

Sementara, puluhan warga RW 03 dan 04 Simprung, Kebayoran Lama, Jakarta, demonstrsi ke kantor menteri Agraria . Mereka membawa spanduk dan poster yang isinya memprotes penggusuran tanah mereka.

Hari pertama bulan Juli diawali dengan unjuk rasa di Medan. Sekitar 200 orang yang tergabung dalam Forum Penggerak Reformasi Kabupaten Asahan melakukan demonstrasi ke Kabupaten, Dinas Pekerjaan Umum, dan kejaksaan tinggi Asahan. Demonstrasi tersebut membuat toko-toko di Asahan tutup.

Saat itu pula, di Medan, Warga Perbuluan melakukan aksi menggembok pintu DPRD Sumut. Mereka telah melakukan aksi pendudukan DPRD selama semalam. Mereka jengkel karena rakyat tidak diijinkan menggunakan fasilitas air untuk mandi.

Di Solo, 200 orang pekerja seks penghuni kompleks Silir melakukan unjuk rasa ke kantor pemda. Mereka menuntut agar penutupan kompleks lokalisasi tertua di Indonesia tersebut ditunda sekitar 3 bulan, untuk memberi kesempatan mereka mengumpulkan modal.

Di Jakarta, rakyat melakukan demonstrasi ke kantor wali Kota Jakarta Selatan. Mereka menuntut mundur wali kota, Pardjoko, karena telah menyengsarakan rakyat, terutama karena menggusur tanah rakyat untuk proyek jalan tol.

Di Bogor, puluhan karyawan rumah sakit jiwa melakukan unjuk rasa. Mereka memprotes praktek KKN di tempatnya.

Tanggal 2 Juli, 3.000 petani tambak udang tradisional Desa Sungai Sibur kabupaten Ogam Komering Ilir, Sumsel, melakukan unjuk rasa ke Jakarta. Mereka memprotes penggusuran oleh PT Wahyuni Mandira, salah satu anak perusahaan PT. Gadjah Tunggal. Mereka juga memprotes pihak pemda yang berkolusi dengan konglomerat tersebut.

Di Tegal, Jateng, para pedagang kecil menuntut agar pemda Kodya Tegal membubarkan lembaga keamanan dan ketertiban (Kamtib) dan Persatuan Pedagang Pasar Pagi Tegal (P4T). Menurut mereka petugas kamtib adalah parasit yang selalu memeras para pedagang. Sedangkan P4T, tidak beda dengan Kamtib, kerjanya hanya melakukan pungutan liar terhadap para pedagang.

Di Ibu kota, ratusan karyawan PLN melakukan unjuk rasa ke kantor PLN Pusat. Mereka menolak rencana penggantian dirut PLN, penghapusan KKN dalam tubuh KKN, dan pembubaran kementerian Negara BUMN.Mereka mengancam akan memadamkan arus listrik, jika dirut tersebut dipecat.

Sementara itu, Koalisi Buruh Jabotabek kembali melakukan unjuk rasa ke kantor Depnaker pusat. 300 buruh tersebut menuntut Menaker Fahmi Idris mundur dari jabatannya, karena tidak mampu menyelesaikan permasalahan buruh.

Tanggal 3 Juli, Generasi Muda Mahasiswa Perguruan Tinggi DaÕwah Islamiah melakukan unjuk rasa ke Departemen Kehakiman. Puluhan pemuda, mahasiswa dan rakyat itu menuntut agar peristiwa pembantaian militer terhadap rakyat Tanjung Priok 1984 diusut kembali.

Di Jaya Pura, ribuan rakyat dan Mahasiswa melakukan unjuk rasa di Universitas Cendrawasih. Mereka menuntut referendum untuk penentuan nasib sendiri bagi wilayah Papua Barat. 2 orang ditembak militer dalam peristiwa ini. Sedang seorang tentara dikeroyok massa.

Di Medan, rakyat Tambunan Lumbanpae, Tapanuli Utara, melakukan aksi penghadangan dan pengeroyokan terhadap Camat Balige, Drs. Surung Pardede, Kapolsek Letkol Derik Napitupulu, dan Danramil Letda. H. Sitinjak. Camat dan Danramil sempat dipukuli massa dan dilempari batu. Sudah selama 10 hari, warga memasang blokade di tengah jalan untuk menghambat truk milik PT. Inti Indorayon. Masyarakat menghadang ketiga muspika itu bertujuan menuntut agar mereka menutup PT. Inti Indorayon tersebut.

Di Pekan Baru, Riau, ratusan rakyat Desa Siberakum, Kec. Benai membakar fasilitas perkebunan PT.Duta Palma. Kerugian akibat peristiwa itu sebesar 10 milyar. Aksi dilanjutkan dengan membakar gudang pupuk, pabrik CPO, gudang peralatan berat, mess, dan jembatan. Rakyat marah karena perusahaan tersebut tidak menghiraukan peringatan masyarakat agar hutan larangan dan tanah adat setempat tidak diserobot.***

 

 

[kembali ke halaman menu] [kembali ke indeks edisi] [ke halaman berikut]