Editorial

 

KEBEBASAN DALAM SISTEM OTORITER

 

Saat ini, kita sedang menikmati kebebasan semu. Partai-partai baru memang boleh berdiri. Beberapa tapol/napol memang dibebaskan. Media massa memang bebas memblejeti diktator Soeharto beserta keluarganya, para pejabat dan ÒpresidenÓ Habibie. Anak-anak bebas menjual foto-kopy daftar kekayaan haram Soeharto.

Kebebasan yang ada sekarang hanyalah semu sifatnya, sebab: pertama, kebabasan ini sifatnya hanyalah sementara, selama rejim Orde Baru terpojok saja. Kedua, kebebasan tersebut tidak menyeluruh. Pembebasan tapol/napol baru beberapa orang, dan tidak berlaku bagi anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dan pejuang kemerdekaan Timor Leste. Pendirian partai politik juga dibatasi, hanya bagi partai-partai yang berasaskan Pancasila. Juga, masih banyak tapol/napol yang tidak dibebaskan, masih banyak organisasi yang dilarang, masih banyak orang yang diteror serta aksi-aksi protes masih dihadapi dengan kekerasan militer.

Kebebasan yang kita nikmati sekarang, sewaktu-waktu bisa direnggut oleh penguasa. Sebab, masih berada dibawah bayang-bayang sistem politik yang otoriter. Dua pilar kediktatoran Orde Baru, 5 UU Politik 1985 dan Dwi Fungsi ABRI, masih utuh. Selama 5 UU Politik dan Dwi Fungsi ABRI belum dicabut (bukan direvisi), selama itu pula tidak ada jaminan bagi kebebasan.

Tapi, walaupun sementara dan terbatas, kebebasan yang ada ini harus kita manfaatkan sebaik-baiknya. Untuk apa? Tidak lain untuk memperjuangkan demokrasi 100%. Situasi saat ini memungkinkan kita untuk berbicara kepada rakyat secara terbuka, memungkinkan untuk membuat kumpulan secara terbuka, memungkinkan untuk melakukan aksi-aksi protes secara terbuka, dan sebagainya. Dengan kata lain, keterbukaan berarti peluang untuk mengikis unsur-unsur kediktatoran dan kejahatan-kejahatan politik yang biasa ia perbuat.

Kita memang masih harus tetap waspada, tapi waspada berbeda dengan takut. Kita tahu kebebasan ini sangat mungkin dapat direnggut lagi. Kita sadar bahwa kemungkinan besar akan datang gerakan kontra yang datang dari kekuatan-kekuatan pro-kediktatoran. Kita juga melihat kemungkinan bahwa ÒSoehartoismeÓ terus berusaha untuk bangkit. Tapi bukan berarti kita harus mengendorkan serangan, menurunkan aksi dan melunakkan radikalisme; dengan alasan Òmencari selamatÓ jika gerakan kontra-reformasi nanti benar-benar datang.

Tapi justru karena didorong oleh kesadaran yang penuh terhadap kemungkinan-kemungkinan tersebut, kita harus terus melancarakan aksi untuk mencegahnya. Gerakan kontra-reformasi tidak punya peluang, jika sistem politik kita sudah benar-benar bebas dan demokratis. Oleh karena itu, agenda utama kita adalah mewujudkan sistem politik yang 100 % demokratis. Agenda ini berarti mengubah kebebasan sementara menjadi kebebasan yang permanen. Hanya itulah cara mencegah datangnya gerakan kontra-reformasi.

Pemimpin Redaksi

 

 

 

[kembali ke halaman menu] [kembali ke indeks edisi] [ke halaman berikut]