Fokus - ii

 

REFORMASI TOTAL BERARTI MEMBUAT PEMERINTAHAN BARU

 

Reformasi total bukan hanya tambal sulam. Oleh karena itu, pemerintahan lama harus dibubarkan dan diganti pemerintahan baru yang 100% demokratis. ÒReformasi tambal-sulamÓ tidak menyelesaikan masalah.

 

Indonesia saat ini ibarat bangunan yang runtuh. Bangunan tersebut runtuh bukan karena diterjang badai, atau karena gempa bumi atau terkena bencana alam yang lain semata. Tapi bangunan tersebut runtuh terutama karena konstruksinya yang salah. Bayangkan, negara kita ini adalah negara yang luas, subur, beriklim tropis dan berada di wilayah yang strategis, namun hancur berantakan menjadi puing-puing. Indonesia adalah pengahasil terbesar karet, rotan, cengkeh, kopi, timah, nikel, baja dan tembaga. Kekayaan laut kita berlimpah. Tanah kita subur dan didukung iklim tropis, sehingga sangat cocok untuk perkebunan dan pertanian. Sementara letak kita di titik persilangan benua Asia dan Australia, dipersilangan Samudera Hindia dan Pasifik adalah tempat yang paling menguntungkan untuk perdagangan dunia. Penduduk kita berjumlah 202 juta jiwa, terbesar ke-4 di dunia, sehingga menyediakan sumber daya manusia yang berlimpah. Dengan melimpahnya sumber daya alam dan manusia yang dimiliki, tidak ada alasan bagi Indonesia untuk tidak menjadi negara makmur. Asal dikelola dengan benar.

Di masa lalu, sebelum ada tehnologi dan kita belum punya banyak orang pandai, nenek moyang kita pun mampu membangun negara makmur, seprti Sri Wijaya dan Majapahit. Sekarang, negara tetangga satu generasi, seperti Malaysia, Brunai dan Singapura mampu membangun negara yang sangat makmur. Padahal dibanding ke tiga negara terdekat itu, kita yang paling untung. Wilayah kita paling luas, kekayaan alam kita paling banyak. Apalagi jika dibanding Singapura, yang sama sekali tidak punya tambang, tidak punya hutan, tidak punya lahan pertanian, kita jauh lebih beruntung. Tapi diantara negara-neagra tetangga, Indonesia yang paling miskin, paling parah krisisnya.

Keruntuhan Indonesia, diawali sejak berkuasanya Soeharto. Soeharto membantai jutaan rakyat dan membunuh demokrasi untuk memperoleh hutang dari negara-negara imperialis. Selanjutnya, untuk memberi jaminan agar para pemodal asing mau menanamkan modalnya di Indonesia, Soeharto menekan agar upah buruh murah dan memperkuat serdadunya untuk meredam ketidakpuasan rakyat.

Selanjutnya, Soeharto (yang merupakan boneka CIA, dinas intelejen Amerika Serikat) membangun imperium bisnis keluarganya. Saat itulah sistem ekonomi kapitalisme betul-betul menguasai Indonesia. Sistem tersebut, saat ini, hancur berantakan.

Pada tahun 70-an, data perekonomian Indonesia menunjukkan seolah-olah di bawah sistem kapitalisme-kroni Orde Baru Indonesia mengalami kemajuan. ÒKemajuanÓ tersebut sebenarnya bukan cermin ketepatan sistem ekonomi-politik yang dipakai, namun karena imbas naiknya harga minyak di dunia. Indonesia, yang merupakan salah satu negara penghasil minyak terbesar, menerima durian runtuh dari boom minyak waktu itu. Namun, Orde Baru sama sekali tidak mampu membangun sistem ekonomi-politik yang kuat.

Indonesia yang merupakan negara agraris, pertanian rakyatnya hancur berantakan setelah dikuasai Soeharto. Tidak ada kemajuan dalam tehnologi pertanian. Sebaliknya, Orde Baru tanpa melihat kondisi obyektif negaranya berusaha membuat proyek-proyek tehnologi tinggi. Pengembangan proyek industri dengan tehnologi tinggi yang dilakukan BJ. Habibie, menteri yang menderita gangguan jiwa megalomania itu, gagal berantakan. Proyek tersebut menghambur-hamburkan uang negara, yang merupakan salah satu sumber krisis ekonomi saat ini.

Sehingga pendapatan ekspor kita terus-menerus turun. Pendapatan devisa negara hanya tergantung eksport minyak dan gas, yang semakin hari harganya di pasaran dunia semakin jatuh. Kita seharusnya dapat mempuanyai penghasilan ekspor dari produk pertanian. Namun pertanian tidak dibangun secara baik. Bahkan akibatnya kita harus impor beras dari negara-negara kecil, seperti Burma. Sementara produk hasil industri tehnologi tinggi Indonesia tidak laku di pasaran dunia, karena mutunya rendah. Pesawat terbang buatan IPTN, hanya ditukar beras ketan oleh Burma. Burma pun tidak berani menggunakan pesawat buatan IPTN untuk mengangkut penumpang, namun hanya digunakan untuk menyemprot perkebunan dan sawah. Sebab, pesawat buatan IPTN rendah mutunya, sehingga sering jatuh.

Dengan tergantung pada modal asing, Indonesia terperangkap dalam sistem kapitalisme dunia. Pinjaman luar negeri semakin membengkak. Sementara nilai rupiah terhadap mata uang asing semakin jatuh. Akibat sistem Orde Baru yang salah itu, Indonesia dilanda krisis yang menyengsarakan seluruh rakyatnya.

Soeharto meminta ÒbantuanÓ (baca: hutang) kepada IMF untuk menangani krisis. IMF, yang sebenarnya juga penyebab krisis ekonomi, memberikan syarat-syarat untuk mengalirkan bantuan. Hal ini wajar dilakukan oleh lintah darat semacam IMF dan Bank Dunia. Syarat-syarat tersebut antara lain:

Syarat-syarat itu jelas menyengsarakan rakyat. Penghapusan subsidi bagi bahan bakar dan listrik membuat rakyat yang sudah sengsara akibat krisis ekonomi semakin menderita, apalagi harga-harga ikut-ikutan naik. Sementara itu, PHK massal menimpa jutaan buruh. Akibatnya pengangguran merajalela, sementara harga-harga naik tak terkendali.

Orde Baru membuat sistem ekonomi yang hanya menguntungkan para kapitalis-kroni. Sementara IMF berusaha menekan kapitalis kroni, untuk menguatkan kapitalis neo-liberal. Baik kedua-duanya, tidak ada yang berpihak kepada rakyat.

Soeharto bebas membuat sistem ekonomi yang menindas rakyat, karena dia sebagai pengauasa diktator. Jika sistem politik Indonesia demokratis, usaha membuat kebijakan ekonomi yang merugikan rakyat akan mendapat tentangan. Jadi, lahirnya sistem ekonomi yang menyengsarakan rakyat akibat adanya sistem politik yang tidak demokratis. Krisis ekonomi, bersumber pula pada sistem pemerintahan diktator.

Pemerintah Baru untuk Menangani Krisis

Ibarat bangunan, Orde Baru sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Maka dari itu, Orde Baru harus dibubarkan, dan harus dibangun pemerintahan baru. Hanya dengan pemerintahan yang demokratis lah krisis ekonomi dapat ditangani.

Pemerintahan yang demokratis akan mencegah penguasaan asset ekonomi oleh sekelompok orang. Dengan demikian, asset ekonomi akan merata. Sehingga kemakmuran dapat dirasakan oleh seluruh rakyat. Usaha-usaha kolusi, korupsi, dan nepotisme selalu dapat dicegah. Pemerintahan yang demokratis tersebut juga akan menyita perusahaan-perusahaan milik keluarga pejabat, yang tadinya dibangun dengan menggunakan fasilitas negara.

Pemerintahan yang demokratis tersebut juga akan mengontrol kekayaan alam dan perusahaan-perusahaan yang menguasai hajat hidup orang banyak. Kontrol dilakukan rakyat lewat parlemen. Perusahaan yang vital seperti PLN, Telkom, Perumka, dll tidak boleh dikuasi perorangan, apalagi oleh keluarga presiden dan pejabat lain.

Pemerintahan yang demokratis juga mampu mencegah penghamburan dana negara untuk proyek yang tidak perlu. Penghamburan dana dapat dicegah, karena penggunaan uang negara benar-benar dibawah kontrol rakyat.

Sistem perekonomian Orde baru memang sudah hancur, namun negara kita masih kaya-raya. Tambang-tambang kita masih berlimpah, tanah kita masih subur dan luas, kekayaan laut kita masih banyak. Perekonomian dapat segera dipulihkan, selagi belum dikeruk habis oleh kerabat Soeharto dan pejabat lain serta perusahaan-perusahaan multinasional. Tapi itu hanya bisa dilakukan oleh pemerintaan yang benar-benar didukung rakyat. Pemerintahan yang tidak pernah didukung rakyat, tak akan mampu menangani krisis ekonomi. Oleh karena itu, satu-satunya jalan adalah dengan membangun pemerintahan demokratis yang kerakyatan.

Untuk itu, langkah pertama adalah membuat pemerintahan sementara. Pemerintahan sementara tersebut yang bertugas menyiapkan pemerintahan permanen yang demokratis lewat pemilihan umum. Pemilihan umum harus benar-benar bebas dan demokratis, agar hasilnya benar-benar mencerminkan keinginan rakyat. Apabila pemilu nanti tidak benar-benar bebas dan demokratis, tentu hasilnya tidak akan sesuai dengan keinginan rakyat. Pemerintah yang tidak sesuai dengan keinginan rakyat, tidak akan didukung oleh rakyat. Pemerintah yang tidak didukung rakyat, tidak mampu mengatasi krisis yang sudah parah seperti ini. Sebaliknya, pemerintah semacam itu akan menghadapi perlawanan dari rakyat secara terus-menerus. Bagaimana akan mengatasi krisis, kalau terus-menerus menghadapi perlawanan rakyat? ***

 

 

[kembali ke halaman menu] [kembali ke indeks edisi] [ke halaman berikut]